Rabu, 31 Oktober 2012

TUGAS 5 ARTIKEL MENGENAI REALITAS SOSIAL


ARTIKEL 1
Realitas Sosial
Realitas sosial merupakan suatu peristiwa yang memang benar – benar terjadi di tengah masyarakat. Sebagai contoh : Seorang pemulung yang mencari nafkah dengan memungut barang bekas yang masih bisa untuk di daur ulang, pengemis di jalanan, WTS yang mencari nafkah demi untuk melanjutkan hidup. Itu semua adalah sebagian kecil hal yang terjadi di tengah masyarakat pada saat ini.
Realitas sosial berbeda dari individu biologis kognitif realitas atau kenyataan, dan terdiri dari prinsip-prinsip sosial yang diterima dari suatu komunitas. Sebagian ulama seperti John Searle percaya bahwa realitas sosial dapat dibentuk secara terpisah dari setiap individu atau ekologi sekitarnya (bertentangan dengan pandangan psikologi persepsi termasuk JJ Gibson, dan orang-orang yang paling ekologis teori ekonomi) . Yang paling terkenal prinsip realitas sosial adalah “kebohongan besar”, yang menyatakan bahwa kebohongan yang luar biasa lebih mudah untuk meyakinkan orang-orang yang kurang heboh daripada kebenaran. Banyak contoh dari politik dan teologi, e.g. klaim bahwa Kaisar Romawi ternyata adalah seorang “dewa”, menunjukkan bahwa prinsip ini dikenal dengan efektif propagandis dari awal kali, dan terus diterapkan hingga hari ini, misalnya model propaganda Noam Chomsky dan Edward S. Herman, yang mendukung ‘kebohongan besar’ tesis dengan lebih spesifik. Masalah realitas sosial telah diperlakukan secara mendalam oleh para filsuf dalam tradisi fenomenologis, terutama Alfred Schütz, yang menggunakan istilah dunia sosial untuk menunjuk ini tingkat realitas yang berbeda. Sebelumnya, subjek telah dibahas dalam sosiologi serta disiplin ilmu lainnya. Herbert Spencer, misalnya, istilah super-organik untuk membedakan tingkat sosial realitas di atas biologis dan psikologis
Saat ini, berdasarkan realitas yang ada, sudah jelas bahwa kita berada pada gelombang ketiga, dimana kita hidup di zaman yang ditopang oleh kemajuan teknologi informasi yang memicu terjadinya ledakan informasi. Ledakan informasi yang terjadi membawa berubahan besar dalam kehidupan umat manusia. Kita  telah mengalami masa peralih dari masyarakat industri menjadi masyarakat informasi.Contoh realitas sosial adalah konflik, kematian, proses hukum, kriminalitas, olah raga, seni budaya, krisis ekonomi dan lain-lain. Sedangkan realitas personal contohnya adalah mimpi dan hal-hal privacy lainnya yang tidak diperkenankan menjadi bahan dasar penulisan berita. Itu berarti jurnalisme tidak mungkin menjadikan realitas personal sebagai bahan penulisan berita karena hakikat jurnalisme adalah sosial untuk kepentingan publik.
Seorang sosiolog harus bisa menyingkap berbagai tabir dan mengungkap tiap helai tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga. Syaratnya, sosiolog tersebut harus mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara jeli serta menghindari penilaian normatif. Paradigma fakta sosial memusatkan perhatian terutama kepada realitas sosial pada tingkatan makro-obyektif dan makro-subyektif. Paradigma definisi sosial memusatkan perhatian kepada realitas sosial pada tingkatan mikro-subyektif dan sebagai mikro-obyektif yang tergantung kepada proses-proses mental (tindakan). Paradigma perilaku sosial menjelaskan sebagian realitas sosial pada tingkatan mikro-obyektif yang tak tercakup kepada proses mental atau proses berfikir, yakni yang menyangkut tingkahlaku yang semata-mata dihasilkan stimuli yang dating dari luar diri actor, yang disini disebut sebagai ‘behavior’ itu.


ARTIKEL 2


“SEGALA sesuatu pasti akan menghampiri masa transisi ( perubahan ), sedangkan yang tidak akan berubah adalah perubahan itu sendiri”. itulah peribahasa klasik yang tetap relevan hingga masa dewasa saat ini. Tak terkecuali dengan disiplin sosiologi yang tetap meneruskan keeksistensiannya dalam pelbagai perubahan. Dan semua perubahan yang dialami oleh ilmu sosiologi itu sendiri, didasari oleh tuntutan zaman yang semakin menunjukan taringnya dalam menentukan integritas sebuah literatur sosial. Kecerdasan ideologi manusia modern saat ini pun yang menjadi motivasi primer dalam pengembangan kekompleksitasan institusi sosial.
Realitas sosial adalah penungkapan tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga oleh sosiolog dengan mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara jeli serta menghindari penilaian normatif.
Realitas sosial berbeda dari individu biologis kognitif realitas atau kenyataan, dan terdiri dari prinsip-prinsip sosial yang diterima dari suatu komunitas. Sebagian ulama seperti John Searle percaya bahwa realitas sosial dapat dibentuk secara terpisah dari setiap individu atau ekologi sekitarnya (bertentangan dengan pandangan psikologi persepsi termasuk JJ Gibson, dan orang-orang yang paling ekologis teori ekonomi) . Yang paling terkenal prinsip realitas sosial adalah “kebohongan besar”, yang menyatakan bahwa kebohongan yang luar biasa lebih mudah untuk meyakinkan orang-orang yang kurang heboh daripada kebenaran. Banyak contoh dari politik dan teologi, e.g. klaim bahwa Kaisar Romawi ternyata adalah seorang “dewa”, menunjukkan bahwa prinsip ini dikenal dengan efektif propagandis dari awal kali, dan terus diterapkan hingga hari ini, misalnya model propaganda Noam Chomsky dan Edward S. Herman, yang mendukung ‘kebohongan besar’ tesis dengan lebih spesifik. Masalah realitas sosial telah diperlakukan secara mendalam oleh para filsuf dalam tradisi fenomenologis, terutama Alfred Schütz, yang menggunakan istilah dunia sosial untuk menunjuk ini tingkat realitas yang berbeda. Sebelumnya, subjek telah dibahas dalam sosiologi serta disiplin ilmu lainnya. Herbert Spencer, misalnya, istilah super-organik untuk membedakan tingkat sosial realitas di atas biologis dan psikologis
Saat ini, berdasarkan realitas yang ada, sudah jelas bahwa kita berada pada gelombang ketiga, dimana kita hidup di zaman yang ditopang oleh kemajuan teknologi informasi yang memicu terjadinya ledakan informasi. Ledakan informasi yang terjadi membawa berubahan besar dalam kehidupan umat manusia. Kita  telah mengalami masa peralih dari masyarakat industri menjadi masyarakat informasi.Contoh realitas sosial adalah konflik, kematian, proses hukum, kriminalitas, olah raga, seni budaya, krisis ekonomi dan lain-lain. Sedangkan realitas personal contohnya adalah mimpi dan hal-hal privacy lainnya yang tidak diperkenankan menjadi bahan dasar penulisan berita. Itu berarti jurnalisme tidak mungkin menjadikan realitas personal sebagai bahan penulisan berita karena hakikat jurnalisme adalah sosial untuk kepentingan publik.
Seorang sosiolog harus bisa menyingkap berbagai tabir dan mengungkap tiap helai tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga. Syaratnya, sosiolog tersebut harus mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara jeli serta menghindari penilaian normatif. Paradigma fakta sosial memusatkan perhatian terutama kepada realitas sosial pada tingkatan makro-obyektif dan makro-subyektif. Paradigma definisi sosial memusatkan perhatian kepada realitas sosial pada tingkatan mikro-subyektif dan sebagai mikro-obyektif yang tergantung kepada proses-proses mental (tindakan). Paradigma perilaku sosial menjelaskan sebagian realitas sosial pada tingkatan mikro-obyektif yang tak tercakup kepada proses mental atau proses berfikir, yakni yang menyangkut tingkahlaku yang semata-mata dihasilkan stimuli yang dating dari luar diri actor, yang disini disebut sebagai ‘behavior’ itu
Paradigma ilmu sosial pada dasarnya mengakar kuat pada disiplin ilmu lainnya : disiplin komunikasi, filsafat, antropologi dan disiplin sosiologi itu sendiri. Dari cabang paradigma tersebut kemudian diformulasikan sehingga membentuk beragam definisi yang berasal dari fakta sosial itu sendiri. Sosial berbudaya , sosial berpolitik, sosial beragama, dsb. Semuanya itu dikembangkan oleh pengkajian ilmiah para sosiolog terdahulu yang dilestarikan dalam bentuk tulisan maupun lisan secara turun-temurun sehingga melahirkan reward bagi aspek perkembangan zaman.
Indonesia adalah negara yang berkembang dengan kebiasaan “berbicara“, tidak menggemari kebiasaan menulis. Sampai untuk mengetahui historis dari sebuah kota di Indonesia, kita harus jauh-jauh berangkat ke Belanda untuk mencari sumber-sumber yang relevan, tentu saja sumber yang berbentuk tulisan. Sungguh ironis sekali bukan?. Itulah salah satu penyebab mengapa kebanyakan orang Indonesia jago mengomentari, jago dalam memperdebatkan suatu masalah, jago beroirientasi menggunakan kata-kata lisan, tanpa menyadari mereka mampu atau tidaknya dalam mengimplementasikan asumsi mereka sendiri. itulah kelemahan yang membudaya sejak 4 dekade perkembangan bangsa kita ini.
Suatu perubahan erat kaitannya dengan diri pribadi seseorang. Dan perubahan itu sendiri tidak akan sempurna tanpa indikasi dari lingkungan sekitar. Begitu juga dengan fenomena nyata dalam ruang lingkup dunia akademisi UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini. Sudah menjadi hukum alam pada sebuah intitusi akademik, semua para penganut individulisme sejati saling bersitegang dengan mengerahkan semua abilitas, memancarkan integritas, sampai harga diri pun dijual bebas demi menyandang predikat sebagai “mahasiswa teladan” dengan IP diatas nilai rata-rata. Dengan gejala seperti ini, semua elemen mahasiswa mengalami perubahan yang super kompleks karena adanya motivasi untuk menjadi yang terbaik dari komunitas orang-orang terbaik.
“Mahasiswa” dua buah kata yang mengandung banyak makna, sehingga melahirkan banyak generasi penerus bagi bangsa, sekaligus merupakan momok paling menakutkan bagi para penguasa negara yang bertindak semena-mena. Tetesan darah dan peluh yang keluar dari jiwa sosial mahasiswa menjadi saksi abadi bagi sejarah perkembangan Indonesia. Salah satu peristiwa yang tak pernah membias dari pikiran kita adalah peristiwa “Tragedi ’98”, ribuan jiwa melayang begitu saja tanpa adanya pertanggungjawaban. Semua itu hanya mempertahahkan harga diri bangsa yang diinjak-injak oleh rezim penguasa yang anarkis. Dan pada akhirnya perubahan besar pun lahir dari peristiwa heroik para mahasiswa dengan mengibarkan bendera Reformasi, menghembuskan nafas demokrasi, menjunjung tinggi hak azasi manusia pun terealisasi berkat adanya gerakan mahasiswa tersebut.
Menciptakan suatu perubahan tidak semudah membalikkan telapak tangan dan tidak sesingkat mata berkedip. Semuanya butuh proses dan tahap yang signifikan untuk mencapai hasrat tersebut. Terlebih jika bidikan target yang akan dirubah berskala besar seperti perubahan tatanan sosial suatu negara. Bangsa Indonesia selalu berusaha menciptakan segala bentuk perubahan. Dari berbagai macam usaha perubahan tersebut, banyak resiko dan pengorbanan yang ditempuh oleh semua elemen negara. Tapi kenyataanya, semua hanya hisapan jempol belaka. Ruh-ruh pancasila yang menjadi ideologi bangsa pun seakan bisu tak berbicara, hanya diam terpaku pasrah digerogoti oleh penganutnya sendiri. Dimanakah letak kesalahan kita? Apakah kita perlu merubah ideolgi bangsa yang kita anut sejak 64 tahun belakangan ini?, Langkah apalagi yang harus kita ambil untuk menyelamatkan nyawa bangsa ini?, Dan kapankah semua ini akan berakhir?. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini yang seringkali muncul menghiasi dinding pikiran kita ketika menyaksikan segala fenomena yang ada pada diri bangsa kita.
Pertanyaan diatas sebenarnya pertanyaan yang diajukan oleh kita dan kepada kita sendiri yang harus menjawabnya. Karena semua perubahan yang kita inginkan itu kembali kepada diri kita sendiri yang harus melaksanakannya. Karena kalau bukan kita, siapa lagi yang harus bertanggung jawab atas perbuatan dan kesalahan kita sendiri.
Inilah, permasalahan yang sudah menjamur menjadi fenomena abadi pada perkembangan negara kita. Penyelesaiannya pun tak pernah berujung, malah menimbulkan bibit-bibit baru yang semakin bercabang. Kebobrokan moral bangsa pun semakin menghawatirkan, kesejahteraan bagi masyarakat hanya sebagai hiasan janji para penebar impian, subsidi negara bagi pendidikan pun dimakan. Padahal, modal utama untuk memajukan bangsa adalah dari sektor pendidikan. Sumber Daya Alam yang kita miliki pun tidak diaplikasikan dengan sebaik-baiknya, semuanya disalah gunakan, maka tidak mustahil negara kita ini selalu ditimpah berbagai macam bencana alam, semua ini memang karena ketidakpiyawaian kita sendiri dalam mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan.
Pada akhirnya saya mengambil kesimpulan, semua dampak yang kita rasakan saat ini, baik maupun buruknya, semua itu mencerminkan bagaimana kita mengimplementasikan semua aspek yang terkandung didalamnya.

TUGAS 4 Gambaran Realita Sosial di Indonesia

Gambar ini menunjukan bahwa masih banyaknya kemiskinan di negeri kita, kemiskinan juga menyebabkan meningkatnya angka gizi buruk di pelosok-pelosok, kemiskinan juga menyebabkan masih banyak nya warga Indonesia yang buta huruf alias belum bisa membaca dan menulis.


Gambar ini menunjukan kekayaan yang di miliki oleh seseorang, hal ini membuktikan adanya realita sosial antara yang kaya dan yang miskin. Dan ini masih banyak terjadi di Indonesia

Selasa, 30 Oktober 2012

TUGAS 3 ANALISIS KORAN

KOMPAS Edisi 1-September-2012 tentang Kelompok Sosial


Komisi XI DPR menyayangkan langkah Telkomsel yang menjalin kerja sama dengan PT Prima Jaya Informatika, perusahaan yang akhirnya menggugat pailit Telkomsel. Kerja sama di antara keduanya dilakukan untuk mendistribusikan kartu perdana prabayar dan voucer isi ulang pulsa edisi Prima.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengatakan, perusahaan besar semacam Telkomsel seharusnya mencari perusahaan distributor yang punya pengalaman untuk menjalankan proyek ini. "Perjanjian kerja sama yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan olahragawan ini akhirnya malah tidak jelas," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat antara DPR dan Telkomsel, Senin (8/10/2012).


Proyek kartu perdana dan voucer Prima diinisiasi oleh Telkomsel dan Yayasan Olahraga Indonesia (YOI). Keuntungan dari penjualan kartu Prima ini akan disumbangkan ke YOI untuk meningkatkan kesejahteraan para atlet dan mantan atlet. Telkomsel memercayakan distribusi kartu Prima ini kepada PT Prima Jaya Informatika sejak 1 Juni 2011 sampai 1 Juni 2013.


Kala itu, Telkomsel masih dipimpin oleh jajaran direksi lama. Direksi baru Telkomsel berganti pada 22 Mei 2012.


"Telkomsel tidak bisa menjawab keuntungan yang masuk ke Yayasan Olahraga Indonesia, dan atlet mana saja yang dapat manfaatnya. Artinya, mereka menandatangani kontrak yang mereka tidak tahu tujuannya," ungkap Harry. DPR pun berwacana untuk memanggil direksi lama Telkomsel.


Direktur Utama Telkomsel Alex Sinaga mengaku, PT Prima Jaya Informatika baru didirikan setelah perjanjian kerja sama dengan Telkomsel dibuat. Ia juga mengakui, perusahaan itu belum punya pengalaman mendistribusikan produk.


Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Edwin Kawilarang, juga menyayangkan langkah yang diambil Telkomsel. "Bagaimana mungkin Telkomsel kerja sama dengan perusahaan yang baru dibentuk. Mereka belum punya jaringan distribusi," ungkapnya.


Dalam perjanjian kontrak, Telkomsel menargetkan PT Prima Jaya Informatika dapat menjual 10 juta kartu perdana Prima dalam jangka waktu setahun, dan menjual 120 juta voucer Prima dalam waktu setahun. Telkomsel juga meminta PT Prima Jaya Informatika membentuk komunitas Prima yang berisi 10 juta anggota dari kalangan pencinta olahraga, dalam waktu setahun.


Namun, Telkomsel menilai PT Prima Jaya Informatika tak dapat memenuhi target tersebut. Per Juni 2012, menurut data Telkomsel, PT Prima Jaya Informatika hanya mampu menjual 525.000 kartu perdana dan 1.924.235 voucer isi ulang. Jumlah ini jauh dari target yang diinginkan Telkomsel.


Permohonan pailitPT Prima Jaya Informatika mengajukan gugatan pailit terhadap Telkomsel di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 16 Juli 2012.


Gugatan ini bermula ketika PT Prima Jaya Informatika hendak mengajukan pemesanan pembelian kartu perdana dan voucer pada 20 dan 21 Juni 2012. Namun, pihak Telkomsel menolaknya karena menilai PT Prima Jaya Informatika wanprestasi, tak dapat memenuhi target penjualan selama setahun.


Kuasa hukum Telkomsel, Ricardo Simanjuntak, sempat mengatakan, pada Pasal 6 Ayat 4 surat perjanjian kontrak disebut bahwa Telkomsel memiliki hak melakukan pembatasan atau bahkan menghentikan kontrak jika di tengah jalan terjadi wanprestasi.


PT Pihak Prima Jaya Informatika mengatakan, anak perusahaan Telkom itu telah menghentikan kerja sama secara sepihak dan menuduh Telkomsel berutang sebesar Rp 5,260 miliar.


Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menilai bahwa gugatan yang diajukan PT Prima Jaya Informatika ini telah memenuhi Undang-Undang Kepailitan, hingga akhirnya Telkomsel dinyatakan pailit pada 14 September 2012.


Telkomsel telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung pada 21 September 2012.